Meneladai Etos Kerja Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam dan Para Shohabat
Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketaqwaan. Rosul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridloan Alloh Subhanahu wata'ala.
Dalam suatu kisah disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para shohabat Nabi kemudian bertanya, "Wahai Rosululloh, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rosul pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk pamer dan sombong maka ia didalam jalan syetan". (HR Thabrani)
Bekerja adalah manifestasi amal sholih. Bila bekerja itu amal sholih, maka kerja adalah bagian dari ibadah. Dan bila kerja itu termasuk ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kerja. Bukankah Alloh Subhanahu wata'ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya ?
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidak Aku jadikan fin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu” (QS. Adz-Dzariyaat: 56)
Dalam sebuah ayat diungkapkan, bahwa seorng manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Firman Alloh :
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh sesuatu selain apa yang dia usahakan (QS. AN Najm : 39)Kisah tersebut di atas menggambarkan bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan termasuk bagian dari jihad.
Bekerja bukan hanya untuk mencari makan, tetapi juga mencari makna termasuk aktualisasi diri. Rata-rata kita menghabiskan waktu 30 - 40 tahun untuk bekerja. Setelah itu pensiun, lalu manula, dan pulang ke haribaan Alloh. "Manusia itu makhluk pencari makna. Kita harus berpikir, untuk apa menghabiskan waktu 40 tahun bekerja. Itu kan waktu yang sangat lama.
Ada dua kondisi dasar atau generik yang perlu difahami terlebih dahulu, yang sifatnya bisa alternatif, bisa kumulatif, agar seseorang bisa antusias pada pekerjaan. Pertama, bahwa mencari pekerjaan tentu perlu sesuai dengan minat, bakat (kemampuan profesi) dan peluang. Seseorang harus selalu berkompromi dengan tiga keadaan tersebut. Misalnya, bisa saja ada peluang, tapi tidak sesuai minat, tetapi masih sesuai dengan bakat. Dengan kemungklnan-kernungklnan seperti itu, perlu ada kesiapan-kesiapan psikologis, bahwa seseorang harus siap dengan berbagai keadaan yang akan dialami dalam menerima sebuah "misi bekerja". Melalui sebuah kesiapan, dengan begitu, bekerja akan bisa terasa sebagai kegiatan yang menyenangkan yang pada gilirannya dapat menjadi sebuah praktek moralitas kesyukuran.
Jika kondisi dasar pertama tidak bisa dicapai, gunakan kondisi dasar berikut ini. Kedua, harus belajar mencintai pekerjaan. Seringkali seseorang belum bisa mencintai pekerjaan karena belum mendalaminya dengan benar. "Kita harus belajar mencintai yang kita punyai dengan segala kekurangannya
Dalam bekerja, hanya menyediakan dua pilihan: menyenangi/mencintai pekerjaan atau mengeluh setiap hari. Jika tidak bisa mencintai pekerjaan, maka kita hanya akan memperoleh "5-ng": ngeluh, ngedumel, ngegosip, ngomel, dan ngeyel. Jansen Sinamo mengutip filsuf Jerman, Johann Wolfgang von Goethe, "It's not doing the thing we like, but liking the thing we have to do, that makes life happy." (Jangan mengerjakan sesuatu yang hanya kita senangi, tetapi senangilah sesuatu yang harus kita kerjakan, itu akan membuat hidup bahagia.)
Pengertiannya, dalam hidup, kadang kita memang harus melakukan banyak hal yang tidak kita sukai. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin kita mau enaknya saja. Kalau suka makan ikan, kita harus mau ketemu duri," ujar pria yang kerap disebut sebagai Guru Etos ini.
Dalam dunia kerja, duri bisa tampil dalam berbagai macam bentuk. Gaji yang kecil, teman kerja yang tidak menyenangkan, atasan yang kurang empatik, dan masih banyak lagi. Namun, justru dari sini kita akan ditempa untuk menjadi lebih berdaya tahan.
Dalam urusan etos kerja, bangsa lndonesia sejak dulu dikenal memiliki etos kerja yang kurang baik. Di zaman kolonial, orang-orang Belanda sampai menyebut kita dengan sebutan yang mengejek, inlander (cemoohan dengan konotasi pemalas). Ini berbeda dengan, misalnya, etos Samurai yang dimiliki bangsa Jepang. Mereka terkenal sebagai bangsa pekerja keras dan ulet.
Namun, Jansen menegaskan, pekerja keras sama sekali berbeda dengan workaholic (pecandu kerja). Pekerja keras bisa membatasi diri, dan tahu kapan saatnya menyediakan waktu untuk urusan di luar kerja. Sementara seorang workaholic tidak. Dalam pandangan .Jansen, kondisi kerja yang menyenangkan adalah kerja bareng semua pihak. Bukan hanya bawahan, tapi juga atasan.
Sering seorang atasan mengharapkan bawahannya bekerja keras, sementara ia sendiri secara tidak sengaja melakukan sesuatu yang melunturkan semangat kerja bawahan. Jansen memberi contoh, atasan yang mengritik melulu jika bawahan berbuat keliru, tapi tak pernah memujinya jika ia menunjukkan prestasi.
Secara manusiawi hal itu akan menyebabkan bawahan kehilangan semangat bekerja. Buat apa bekerja keras, toh hasil kerjanya tak akan dihargai. Ingat, pada dasarnya manusia menyukai reward (penghargaan).
Konosuke Matsushita, pendiri perusahaan Matsushita Electric Industrial (MET) punya teladan yang bagus. Pada zaman resesi dunia tahun 1929-an, pertumbuhan ekonomi Jepang anfiok tajam. Banyak perusahaan mem-PHlk karyawan. MET pun terpaksa memangkas produksi hingga separuhnya. Namun, Matsushita menjamin tak ada satu karyawan pun yang bakal terkena PHK.
Sebagai gantinya, ia mengajak semua karyawan bekerja keras. karyawan-karyawan bagian produksi dilatih untuk menjual. Hasilnya benar-benar "ruarrr" biasa. Mereka bisa berubah menjadi tenaga marketing andal, yang membuat Matsushita menjadi salah satu perusahaan terkuat di Jepang.
Bagaimana denganAnda?
- Keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok orang atau sebuah institusi
- Etos merupakan perilaku khas suatu komunitas atau organisasi, mencakup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku,sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, standar¬standar
- Sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah' keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehlmpunan paradigma kerja yang integral (terpadu)
RINCIAN ETOS KERJA
Roh keberhasilan dari kerja merupakan hasil akhir dari kombinasi yang saling menguatkan antara Kompetensi, Karakter dan Kinerja yang dilandasi oleh nilai-nilai Komitmen, Doktrin dan Keyakinan. Bila semua syrat tersebut dipenuhi akan memancarkan 8 etos kerja. Jansen Sinamo yang sering disebut sebagai Guru Etos mengatakan bahwa, kedelapan etos kerja yang digagas itu bersumber pada kecerdasan emosional-spiritual. Semua konsep etos itu bisa diterapkan di semua pekerjaan (asalkan pekerjaan tersebut halal). Umumnya, pendapat orang mengatakan bahwa bekerja itu "kan hanya untuk nyari gaji“ Pendapat itu ada benarnya tapi tidak sepenuhnya benar. Pekerjaan itu memiliki banyak sisi, mari kita simak dan kupas sekaligus memeriksa diri kita masing-masing :
Beberapa sifat-sifat yang mencerminkan etos kerja yang baik: - Etos pertama: Kerja adalah rahmat
Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Alloh, karena tidak semua orang mendapat pekerjaan (masih jutaan orang yang tidak kerja). Bekerja merupakan sebuah, "lantaran" bagi seseorang untuk mempunyai saluran rezeki. Karena itu bekerja sebenarnya juga merupakan anugerah yang kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara sehat tanpa biaya sepeser pun. Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita, bisa bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja, setiap tanggal muda kita menerima gafi atau untuk yang berniaga, menerima keuntungan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, .dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut dlsyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahan.
Perhatikan sabda Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam berikut ini:
Orang iman yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Alloh daripada orang iman yang lemah, dan di dalarn sesuatu ada kebaikan, pilihlah atas apa-apa yang bermanfaat bagimu, dan minta tolonglah pada Alloh dan jangan malas.
- Etos kedua: Kerja adalah amanah
Apa pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, pengusaha atau anggota DPR, semuanya adalah amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. . Pengusaha membawa amanah dari apa-apa yang diusahakan. Etos ini: membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya penipuan, pemalsuan timbangan, korupsi dalam berbagai bentuknya.
- Etos ketiga: Kerja adalah panggilan
Apapun profesi kita, perawat, guru; penulis, pengusaha, petani, semuanya adalah dharma: (pengabdian). Seperti seorang perawat memanggul dharma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul dharma untukmenyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang dharma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran. kepada masyarakat. Seorang petani memikul dharma untuk menyediakan pangan bagi manusia. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan hati, kita bisa berucap pada diri sendiri, "I'm doing my best!" (saya melakukan upaya terbaik). Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.
- Etos keempat: Kerja adalah aktualisasi
Apa pun pekerjaan kita, baik dokter, akuntan, ahli hukum, karyawan pabrik maupun petani, semuanya merupakan peluang untuk wahana aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa "ada" (exist). Bagaimanapun, sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa bekerja.
Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia, Dengan bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa pede ketika berjumpa koleganya. "Perkenalkan, nama saya Miftah, dari perusahan Kemilau." Keren 'kan?
- Etos kelima: Kerja itu ibadah
Semua pekerjaan yang halal merupakan bagian dari ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini:
Seorang pemahat tiang menghablskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah puncak tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh orang yang berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa bersusah payah membuat ukiran indah di tempat yang tak terlihat? la menjawab, "Manusia memang tak bisa menikmatmnya. Tapi Tuhan bisa melihatnya." Motivasi kerjanya telah meningkat menjadi motivasi transendental (motivasi ibadah kepada Alloh).
- Etos keenam: Kerja adalah seni
Apa pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah bagian dari seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan Edward V. Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya. "Antusiasme lah yang membuat saya mampu bekerja berbulan-bulan di laboratorium yang sepi," katanya. Jadi, sekali lagi semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius Einstein pun menyebut rumus-rumus fisika yang njelimet itu dengan kata sifat beautiful.
- Etos ketujuh: Kerja adalah kehormatan
Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu .adatah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita.
Contoh etos kerja Ibnu Sina, ilmuwan lslam yang lahir Tahun 370 hijriyah. Ibnu Sina merupakan seorang ahli falsafah yang terkenal dan telah menulis banyak buku termasuk buku obat-obatan yang menjadi dasar dan acuan ilmu kedokteran zaman sekarang. Sekalipun sempat dipenjara, beliau terus menyusun ilmu falsafah dan sains dalam lslam dan telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam perkembangan lslam.Contoh etos kerja Galileo. Ilmuwan Itali ini memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan metode ilmiah. Galileo lahir di Pisa tahun 1564, selagi muda belajar di Universitas Pisa tetapi berhenti karena urusan keuangan. Meski begitu tahun 1589 dia akhirnya menjadi pengajar di universitas itu. Pada tahun 1616 dia diperintahkan menahan diri dari menyebarkan hipotesa mengenai matahari centris. Galileo merasa tergencet dengan pembatasan ini selama bertahun-tahun. Baru sesudah tahun 1623, walau samar¬-samar larangan buat Galileo tidak lagi dipaksakan. Dia tidak dijebloskan ke dalam bui tetapi sekedar kena tahanan rumah, dia tidak boleh terima tamu, dan agar dia secara terbuka mencabut kembali pendapatnya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. ilrnuwan berumur 69 tahun ini melaksanakannya di depan pengadilan terbuka. Ada ceritera masyhur bahwa sehabis Galileo menarik lagi pendapatnya dia menunduk ke bumi dan berbisik pelan, "Tengok, dia masih terus bergerak!"
- Etos kedelapan: Kerja adalah pelayanan
Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, pegawai negeri, polisi, tentara, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian atau pelayanan kepada sesama.
Pada pertengahan abad ke-20 di Prancis, hidup seorang lelaki tua sebatang kara karena ditinggal mati oleh istri dan anaknya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan seperti yang ia alami mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi dla., tidak. Ia pergi ke 'lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi. Sambil menggembalakan domba, ia memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang membayarnya. Tak ada yang memufinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia telah meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 kml Sungai-sungai mengalir lagi. Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu dinikmati oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal.
- Aktif, ceria, dinamis, disiplin, energik, ikhlas, jeli, jujur, kreatif, lapang dada, rafin, ramah, sabar, semangat, tekun, teliti, total, ulet.
- Efektif, efisien, fokus, gesit, interaktif, kerja keras, kerja tim, konsisten, membagi, menghargai, menghibur, optimis, peka, ta.nggung jawab, tepat waktu, teratur, terkendali, toleran
- Suka mengeluh, banyak menuntut, egois, bekerja seenaknya, malas, disiplin buruk, kurang inisiatif, kurang kreatif, arogan, sok tahu
- Kepedulian kurang, gemar mencari kambing hitam, kerja serba tanggung, suka menunda¬nunda, manipulatif, gairah kerja kurang, jiwa melayani rendah, merasa diri sudah hebat
- Stamina kerja rendah, pengabdian minim, sense of belonging tipis, terjebak rutinitas, menolak perubahan, mutu pekerjaan rendah, bekerja asal-asalan, cepat merasa puas.
Di lndonesia semangat kerja serupa bisa kita jumpai pada Mak Eroh (peraih penghargaan Kalpataru Tahun 1988) yang memanfaatkan air dengan cara membelah bukit untuk mengalirkan air ke sawah-sawah di desanya di Tasikmalaya. "Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan dilengkapi keinginan untuk berbuat baik" atau disebut dengan istilah rohmatan lil alamin (rahmat bagi sesama).
Mari kita menjadi manusia unggul melalui praktek etos kerja, menjadi manusia yang memancarkan rohmatan lil alamin
Semoga manfaat dan barokah!
sumber : makalah CAI permata XXX 2009
hosting dan domain Semoga manfaat dan barokah!
sumber : makalah CAI permata XXX 2009





0 comments
Post a Comment